Phone : 081290904694    Email : isnp@isnplaw.com

Aktualita

Seputar Hukum dan HAM
06
August

Kekuatan PPJB: Bukti Peralihan Hak Atas Tanah

Tim ISNP
PPJB

Pada awalnya kita pahami transaksi peralihan hak milik atas tanah dengan cara jual beli yang selanjutnya dapat didaftarkan ke BPN dilakukan berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat di hadapan PPAT. Pemahaman ini diambil dari suatu kaidah hukum yang ditentukan pada Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang mengatur sebagai berikut:

 

“Peralihan hak atas tanah … hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

 

Seketika setelah AJB ditandatangani maka hak milik telah beralih. Tetapi dalam prakteknya, kita masih banyak menemukan transaksi jual beli tidak dalam bentuk AJB tetapi dalam bentuk Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang tidak dibuat dihadapan PPAT, tetapi dibuat di hadapan Notaris.

 

Muncul pertanyaan, apakah transaksi jual beli berdasarkan PPJB diakui sebagai bukti peralihan hak millik atas tanah yang sah atau tidak jika secara normatif AJB yang diakui sebagai bukti peralihan hak atas tanah?

 

PPJB biasanya dibuat oleh penjual dan pembeli karena adanya syarat-syarat atau keadaan-keadaan yang belum terpenuhi untuk melakukan transaksi jual beli tanah yang dituangkan dalam AJB. Seperti contohnya, pembeli ingin membeli sebagian tanah dari bidang tanah yang akan dijual, sehingga perlu dilakukan pemecahan sertiifikat terlebih dahulu seluas tanah yang akan dibeli. Keadaan lain contohnya harga jual beli yang disepakati baru bisa dibayar sebagian oleh pembeli.

 

Dalam hal contoh yang pertama, apabila pada saat PPJB dibuat ternyata pembeli sudah membayar lunas harga jual belinya, tentunya akan merugikan pembeli apabila suatu saat transaksi jual beli berdasarkan PPJB nya diingkari oleh penjual dengan alasan PPJB bukan bukti peralihan hak milik atas tanah berdasarkan kaidah hukum yang disebutkan pada bagian awal di atas.

 

Terkait permasalahan ini, perlu dicermati ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang menentukan suatu perjanjian adalah sah dan mengikat sepanjang memenuhi syarat subjektif dan objektif yaitu:

1.     Dilakukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak,

2.     Cakap bagi pihak yang mengadakan perjanjian,

3.     Menyangkut suatu hal tertentu, dan

4.     Kausa yang halal

 

Jika persyaratan tersebut telah terpenuhi, maka perjanjian yang dituangkan dalam bentuk PPJB adalah sah dan mengikat. Lalu, apakah tetap sah dan mengikat juga apabila undang-undang menentukan perjanjian jual beli tanah harus dituangkan dalam bentuk AJB? Praktek hukum di Pengadilan yang menyelesaikan sengketa keabsahan jual beli berdasarkan PPJB memiliki keragaman. Sebagian hakim menyatakan sah dan sebagian hakim lainnya menyatakan tidak sah.

 

Untuk mengatasi keragaman pendapat hakim di atas, Mahkamah Agung telah memberikan jalan keluar dengan membuat suatu ketetapan yang dituangkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016, Huruf B No. 7 yang mengatur sebagai berikut:

 

“Peralihan hak atas tanah berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) secara hukum terjadi jika pembeli telah membayar lunas harga tanah serta telah menguasai objek jual beli dan dilakukan dengan itikad baik.”

 

Dengan demikian, untuk menggunakan PPJB sebagai bukti peralihan hak milik atas tanah harus memenuhi dua syarat yaitu:

1.     Pembeli telah membayar lunas, dan

2.     Pembeli telah menguasai objek jual beli dengan itikad baik.

Hubungi Kami